JAKARTA – Menteri Investasi dan Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM), Rosan Roeslani, menyoroti kendala dalam proses perizinan sebagai hambatan terbesar bagi para investor yang ingin berinvestasi di Indonesia. Walaupun pemerintah telah berupaya mempercepat penyelesaian perizinan, realisasi di lapangan sering kali jauh dari target yang ditetapkan.
Rosan menjelaskan bahwa meskipun ada kesepakatan dengan 18 kementerian terkait penyelesaian perizinan melalui perjanjian waktu layanan atau service level agreement, kenyataannya tidak selalu sesuai dengan yang diharapkan. Hal ini disampaikan dalam forum Kompas 100 CEO yang diadakan di Istana Garuda, Ibu Kota Nusantara (IKN), Kalimantan Timur, Jumat (11/10/2024).
"Kami sudah memiliki kesepakatan dengan 18 kementerian. Contohnya, ada izin yang harus selesai dalam waktu 3 atau 5 hari. Namun, pada kenyataannya bisa memakan waktu hingga berbulan-bulan, bahkan ada yang mencapai satu tahun," ungkap Rosan.
Untuk mengatasi masalah ini, Rosan menegaskan bahwa ke depan pemerintah akan lebih tegas dalam memastikan kepatuhan terhadap kesepakatan yang telah dibuat. Jika ada instansi yang tidak mematuhi standar waktu yang ditetapkan, BKPM akan mengambil langkah dengan menerbitkan izin secara langsung.
"Kami akan menyurati 18 instansi terkait untuk memastikan mereka mematuhi service level agreement. Jika dalam kesepakatan izin harus keluar dalam 3 hari tetapi tidak dilakukan, maka BKPM yang akan mengeluarkan izin tersebut. Kami berkomitmen memberikan kepastian bagi para pelaku usaha, baik lokal maupun asing," tambah Rosan.
Di tengah tantangan yang ada, pemerintah terus mendorong penerapan Online Single Submission (OSS) Berbasis Risiko guna mempercepat proses perizinan. Menurut data terbaru dari BKPM, hingga 16 Agustus 2024, sistem ini telah berhasil menerbitkan lebih dari 10 juta Nomor Induk Berusaha (NIB). Dari jumlah tersebut, mayoritas NIB diterbitkan untuk usaha mikro dan kecil (UMK), dengan total 9.909.900 NIB, sedangkan usaha menengah dan besar masing-masing mendapatkan 28.303 dan 61.816 NIB.
Penerapan OSS Berbasis Risiko ini dianggap mampu memberikan kejelasan dan kemudahan bagi pelaku usaha dalam menjalankan bisnis mereka di Indonesia. "Dengan sistem ini, pelaku usaha akan mendapatkan kepastian yang lebih baik mengenai regulasi dan perizinan, sehingga mereka dapat menjalankan bisnis dengan lebih terukur," jelas Rosan.